Dibuat dan Disunting oleh Megah Prajna Seiring dengan perkembangan jaman, Jakarta kini semakin berkembang dengan pesat. Seiring dengan pesatnya perkembangan tersebut, Jakarta masih harus berpacu untuk mengatasi berbagai masalah, khususnya terkait dengan lingkungan dan transportasi. Di bidang transportasi, pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor setiap tahun sangatlah cepat. Dari pertumbuhan kendaraan bermotor ini, penambahan panjang dan lebar jalan hanya mencapai 0,01 %. Hal ini sangat tidak seimbang dengan total pertumbuhan kendaraan bermotor yang mencapai 104,211 juta unit pada tahun 2014, 9,9 juta unit pada tahun 2009, sedangkan pada tahun 2007 hanya mencapai 5,2 juta kendaraan bermotor. Menyikapi hal ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil langkah strategis, yakni membangun sistem transportasi sebagai salah satu program unggulan (Dikutip dari Majalah Techno Konstruksi, 2010 dan Tribunnews, 2014). Dengan kondisi demikian, diperlukan strategi penanganan yang tepat. Strategi dual approach dan triple approach dinilai cukup tepat yang direncanakan oleh Pemprov DKI Jakarta, yaitu mengarah pada penambahan sistem jaringan jalan, seperti Pembangunan Jalan Layang Non Tol Antasari – Blok M. Akan tetapi, menerapkan metode kerja yang tepat untuk mengerjakan proyek menjadi salah satu kunci sukses yang penting. Betapa banyak ragam metode kerja yang bisa diterapkan untuk menyelesaikan pekerjaan, namun sedikit ragam metode yang dianggap efektif dan efisien. Salah satu usaha dalam membangun jalan layang non tol Antasari-Blok M yang dilakukan oleh PT Pembangunan Perumahan (PT PP, Tbk) dalam mewujudkan hal ini adalah ketika memilih melakukan metode pembuatan pierhead pracetak untuk beberapa pilar tanpa menggunakan shoring. Alasan utama PT PP, Tbk memilih metode tersebut adalah untuk mengupayakan menghindari pemakaian jalan eksisting mengingat padatnya lalu lintas dan kapasitas jalan yang terbatas. Pemakaian shoring untuk erection pierhead justru akan mengurangi lajur jalan di bawahnya. Tahapan pelaksanaannya diawali dengan pengambilan koordinat top pier, lalu mengecek pembesian kolom dan posisi lubang pierhead. Kemudian, mengecek posisi stek besi, jika stek berada di luar lubang, maka harus dipotong dan dipasang stek baru di dalam lubang. Lalu, mengecek kemampuan geser kolom. Setelah itu, setting top elevasi kolom dan apabila kurang ketinggiannya perlu di-grouting atau bila terlalu tinggi perlu di-“bobok”. Pada bagian lain juga dilakukan marking titik untuk pin. Selanjutnya, coring lubang pin pada pier atau pierhead. Kemudian, melakukan erection pierhead dan perkuatan secara grouting pada celah antara kolom dengan pierhead dan cor secara bertahap. Pierhead pracetak ini dibuat berongga agar mampu meringankan bobotnya saat diangkat ke atas pilar. Pada bagian mukanya yang berhubungan langsung dengan segmen pracetak untuk box girder-nya, ditutupi dengan dilengkapi lubang-lubang untuk kabel prategangnya. Selanjutnya, untuk proses pengecoran pierhead-nya, sudah dipersiapkan tulangan yang ada di dalam pierhead pracetak itu sendiri dan ditambah penulangan yang dipasang kemudian. Setelah dilakukan pemasangan rebar, dilakukan pengecoran secara bertahap. Dalam hal menjaga agar pierhead tidak mengalami puntir, maka dipasang pin pada 4 titik untuk “mengunci” saat mengecor. Disisi lain, untuk mengurangi efek geser pada badan pierhead itu sendiri maka volume pengecoran betonnya tidak boleh terlalu banyak di saat pengecoran awal. Setelah 5m3 dicor, tunggu 3 hari berikutnya untuk pengecoran sisa sebanyak 15m3 dengan beton bermutu K-600 Self Compacted Concrete (SCC). Alasan pemakaian beton bertipe SCC ini untuk mempermudah pengecoran mengingat letak besi tulangan yang dipasang sangat rapat sebab sifat dari beton SCC mampu menyebar dan memadat dengan sendirinya sehingga tidak banyak memerlukan penggetaran dengan vibrator. Dalam usia 3 hari mutu beton jenis SCC ini sudah dapat mencapai 80%. Akan tetapi, harga beton jenis SCC lebih mahal 20% dari beton normal. Pierhead yang dibuat pracetak ini memiliki berat 40 ton yang harus dipasang pada ketinggian 8m. Untuk memasang pierhead hanya menggunakan satu buah crane kapasitas 160 ton dengan waktu erection saat malam hari. Untuk positioning pierhead pracetak di atas kolom membutuhkan waktu setengah jam, sedangkan untuk setting hingga menjelang pengecoran butuh waktu sehari. Secara keseluruhan, waktu untuk erection pierhead pracetak lebih cepat 40% dibandingkan dengan metode menggunakan shoring. Sumber:
1. Majalah Media Tren Konstruksi, Edisi November – Desember 2012 2. Majalah Techno Kontruksi, 2010 3. http://www.tribunnews.com/otomotif/2014/04/15/jumlah-kendaraan-di-indonesia-capai-104211-juta-unit 4. https://wahyuseptiadi919.wordpress.com/category/teknik-sipil/ 5. http://www.antarafoto.com/bisnis/v1314268801/pemasangan-pier-head 6. http://www.antaranews.com/foto/21602/pemasangan-pier-head
1 Comment
|
PONDASIPortal Aplikasi dan Dedikasi Anak Sipil Universitas Tarumanagara Archives
June 2017
Categories |